Makalah Cyber Crime dan Cyber Law



MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI
CYBER CRIME DAN CYBER LAW


Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS) Mata kuliah EPTIK Pada Program Diploma Tiga (D.III )
Kelas 11.6E.04


Disusun oleh :
Atmi Susanti (11131211)
Lutfiany Dwie Sentosa (11131373)
Syifa Ilmilia Putri (11132043)
Suryojoyo (11130159)


Jurusan Komputerisasi Akuntansi
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Bekasi
2016



KATA PENGANTAR


            Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan atas segala rahmat, hidayah serta ridhoNya, atas terselesaikannya makalah yang berjudul “MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI CYBER CRIME DAN CYBER LAW” yang merupakan syarat mendapatkan nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi ( EPTIK ). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun makalah ini tak terlepas dari bantuan berbagai pihak, Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Suhardoyo selaku dosen EPTIK.
2. Staff/ Karyawan / Dosen di lingkungan BSI.
3. Kedua Orang Tua tercinta dan keluarga kami yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat.
4. Rekan-rekan mahasiswa BSI yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam  pembuatan laporan
    presentasi ini. 
5. Dan semua pihak yang telah membantu penulis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Dan semua pihak yang telah membantu penulis, namun tak bisa penulis sebutkan satu  per satu.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mohon di bukakan pintu maaf yang sebesar -besarnya, apabila ada kesalahan dan kekurangan yang penulis lakukan. Dan penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan  pembaca pada umumnya.

                                                                                                Bekasi,



                                                                                                Penulis



DAFTAR ISI


Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I                    PENDAHULUAN

                               1.1     Latar Belakang
                               1.2     Maksud dan Tujuan
                               1.3     Metode Penelitian
                               1.5     Sistematika Penulisan
BAB II                  PEMBAHASAN
                               2.1     Undang – Undang ITE
                               2.2     Cyber Crime
          2.2.1     Pengertian Cyber Crime
          2.2.2     Motif Kegiatan Cyber Crime
          2.2.3     Berdasarkan Sasaran Kejahatan
          2.2.4     Karakteristik Cyber Crime
          2.2.5     Jenis - Jenis Cyber Crime
          2.2.6     Perkembangan Cyber Crime di Indonesia
          2.2.6     Penanganan dan Pencegahan
2.3    Cyber Law
          2.3.1     Pengertian Cyber Law
          2.3.2     Ruang Lingkup Cyber Law
          2.3.3     Topik – Topik Cyber Law
          2.3.4     Asas - Asas Cyber Law
          2.3.5     Tujuan Cyber Law
2.4    Kasus - Kasus Cyber Law
BAB III                 PENUTUP
                               4.1     Kesimpulan
                               4.2     Saran

Daftar Pustaka 
Lampiran
 
 
BAB I
PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi misalkan komputer, hand phone, facebook, email, internet dan lain sebagainya telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Teknologi informasi dan komunikasi ini telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat dalam berbagai sector kehidupan baik sector pemerintahan, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, kehidupan pribadi dan lain sebagainya.
Teknologi informasi dan komunikasi ini dapat memberikan manfaat yang positif, namun di sisi yang lain, juga perlu disadari bahwa teknologi ini memberikan peluang pula untuk dijadikan media melakukan tindak pidana atau kejahatan-kejahatan yang disebut secara popular sebagai  cyber crime (kejahatan di dunia maya) sehingga diperlukan hukum dunia maya.
Teknologi informasi dan komunikasi Ini  telah melahirkan suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau cyber law, secara international disamakan dengan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Munculnya beberapa kasus cyber crime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam program komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil  adalah perbuatan seseorang yang memasuki Komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya cyber crime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet.

            1.2       Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan makalah ini adalah:

           1.      Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi. 

           2.      Menambah wawasan tentang Kasus Cyber Crime dan Hukum yang  mengaturnya (Cyber Law) yang ada di Indonesia.
         3.       Sebagai masukan kepada mahasiswa agar menggunakan ilmu yang didapatnya untuk kepentingan yang positif.

Tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mengikuti UAS mata Etika Profesi Teknologi Informasi dan  Komunikasi semester VI (Enam) pada program Diploma Tiga (D3) jurusan Komputerisasi Akuntansi pada Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI.

            1.3       Metode Penulisan

Makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mendapatkan nilai pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) dalam mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi. Penyusunan malakah ini, menitik beratkan pada kegiatan melanggar hukum di duniamaya yang di sebut dengan “Cyber Crime” dan “Cyber Law”. Makalah ini merupakan hasil pengumpulan data dan informasi melalui media internet yang di dalamnya terdapat banyak artikel dan informasi yang menjelaskan tentang Cyber Crime dan Cyber Law ini.


1.4         Sistematika Penulisan
Sebelum membahas lebih lanjut sebaiknya penulis menjelaskan dahulu secara garis besar mengenai sistematika penulisan, sehingga memudahkan pembaca memahami makalah ini. Dalam penjelasan sistematika penulisan makalah ini adalah :

BAB I                    PENDAHULUAN
                               1.1     Latar Belakang
                               1.2     Maksud dan Tujuan
                               1.3     Metode Penelitian
                               1.5     Sistematika Penulisan
BAB II                  PEMBAHASAN
                               2.1     Undang – Undang ITE
                               2.2     Cyber Crime
          2.2.1     Pengertian Cyber Crime
          2.2.2     Motif Kegiatan Cyber Crime
          2.2.3     Berdasarkan Sasaran Kejahatan
          2.2.4     Karakteristik Cyber Crime
          2.2.5     Jenis - Jenis Cyber Crime
          2.2.6     Perkembangan Cyber Crime di Indonesia
          2.2.6     Penanganan dan Pencegahan
2.3    Cyber Law
          2.3.1     Pengertian Cyber Law
          2.3.2     Ruang Lingkup Cyber Law
          2.3.3     Topik – Topik Cyber Law
          2.3.4     Asas - Asas Cyber Law
          2.3.5     Tujuan Cyber Law
2.4    Kasus - Kasus Cyber Law
BAB III                 PENUTUP
                               4.1     Kesimpulan
                               4.2     Saran

 
                                                                                                                                                 
BAB II
PEMBAHASAN


2.1         Undang – Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
     1.  Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE).


     2. Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE).

     3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE).

     4. Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE).

     5. Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cyber crimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:

  1. Kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE).
  2.  Akses ilegal (Pasal 30).
  3.  Intersepsi ilegal (Pasal 31).
  4. Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE).
  5. Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE).
  6. Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).

Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.

Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR. 

2.2         Cyber Crime 
2.2.1  Pengertian Cybercrime


Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang terjadi di Internet/ dunia maya. Yang menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan yaitu mengacu pada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer. Tetapi istilah cybercrime juga dipakai dalam kegiatan kejahatan dalam dunia nyata di mana komputer atau jaringan komputer dipakai untuk memungkinkan atau mempermudah kejahatan itu bisa terjadi. Yang termasuk dalam kejahatan dalam dunia maya yaitu pemalsuan cek, penipuan lelang secara online, confidence fraud, penipuan kartu kredit, pornografi anak, penipuan identitas, dll.               
 2.2.2 Motif Kegiatan Cyber Crime

Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :

1.      Cybercrime sebagai tindakan murni criminal

Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.

2.      Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”

Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

2.2.3   Berdasarkan Sasaran Kejahatan

       1.     Cybercrime yang menyerang individu :

Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

Contoh : Pornografi, cyber stalking, dll

      2.      Cybercrime yang menyerang hak milik (Against Property):

Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.

      3.      Cybercrime yang menyerang pemerintah :

Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan teror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan sistem pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
2.2.4   Karakteristik Cyber Crime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
      1.      Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
             2.      Kejahatan kerah putih (white colar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek dan kejahatan individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
      1.      Ruang lingkup kejahatan
Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini jga bersifat global. Cybercrime seringkali dilakukan secara transnasional, melintasi batas negara sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku. Karakteristik internet dimana orang dapat berlalu - lalang tanpa identitas (anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak tersentuh hukum.        
      2.      Sifat kejahatan
Bersifat non-violence, atau tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat. Jika kejahatan konvensional sering kali menimbulkan kekacauan makan kejahatan di internet bersifat sebaliknya.
     3.       Pelaku kejahatan
Bersifat lebih universal, meski memiliki ciri khusus yaitu kejahatan dilakukan oleh orang - orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya. Pelaku kejahatan tersebut tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu, mereka yang sempat tertangkap remaja, bahkan beberapa diantaranya masih anak - anak.
      4.      Modus kejahatan
Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus operandi,  itulah sebabnya mengapa modus operandi dalam dunia cyber tersebut sulit dimengerti oleh orang - orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer, teknik pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.
      5.       Jenis-jenis kerugian yang ditimbulkan
Dapat bersifat material maupun non-material. Seperti waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan informasi.
2.2.5   Jenis – Jenis Cyber Crime
Berdasarkan jenis aktivitasnya cybercrime dapat dikelompokan, yaitu:
1.      Unauthorized Access to Computer System and Service adalah kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang dimasukinya.
Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet. Kita tentu tidak lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam database berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce, yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu lamanya.
2.      Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.
3.      Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
4.      Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyber terrorism.
5.      Offense against Intellectual Property (hijacking)
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
6.      Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
7.      Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi
komputer yang dilakukan untuk merusak sistem keamanan suatu sistem komputer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu mereka mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negatif, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
8.      Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi
komputer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil. Kejahatan ini muncul  seiring dengan perkembangan pesat dari perdagangan di internet (e-commerce) yang transaksi-transaksinya dilakukan secara elektronik.
9.      Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan email dan dilakukan berulang-ulang. Kegiatan tersebut menyerupai teror yang ditunjukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
10.  Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada peusahaan tersebut dengan harga yang mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan. Di Indonesia, hal itu terjadi, seperti pada kasus mustika-ratu.com
11.  Cyber Terorism.
Suatu tindakan cyber termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintahan atau kewarganegaraan, termasuk cracking ke situs pemerintahan atau militer. Teroris dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk berkomunikasi relatif lebih aman, contoh kasus cyber terorism sebagai berikut:
1.      Ramzi Yousef, dengan penyerangan pertama ke gedung WTC,  diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang dienskripsi dilaptopnya.
2.      Osama Bin Laden, diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
3.      Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
4.      Seorang hacker yang menyebut dirinya DoctorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web denga propaganda anti-American, anti-Israeli dan pro Bin Laden.
2.2.6   Perkembangan cyber crime di Indonesia
Di Indonesia sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi dua jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para hacker, cracker dan carder lokal. Virus komputer yang dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Di tahun 1986 – 2003, epicenter virus komputer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, dan India.
Namun hasil penelitian mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India dan Africa yang akan menjadi epicenter virus terbesar di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar. Seterusnya 5 tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang meneruskan perkembangan virus-virus yang saat ini mengancam komputer kita semua dan gak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang kurang bagus alasannya, mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia cyber, terus terang para hacker di Amerika gak akan berani untuk bergerak karena pengaturan yang ketat dan sistem kontrol yang lebih high-tech lagi yang dipunyai pemerintah Amerika Serikat.
2.2.7   Penanganan dan pencegahan
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya cyber crime ataupun cyber espionage itu sendiri.
     1.        Personal
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi cyber crime secara personal, antara lain :
1.      Internet Firewall
Jaringan komputer yang terhubung ke internet perlu dilengkapi dengan internet firewall. Firewall merupakan alat untuk mengimplementasikan kebijakan security. Informasi yang keluar atau masuk harus melalui firewall ini. Tujuan utama dari firewall adalah untuk menjaga agar akses (ke dalam maupun ke luar) dari orang yang tidak berwenang (unauthorized access) tidak dapat dilakukan. Kebijakan security, dibuat berdasarkan pertimbangan antara fasilitas yang disediakan dengan implikasi security-nya. Semakin ketat kebijakan security, semakin kompleks konfigurasi layanan informasi atau semakin sedikit fasilitas yang tersedia di jaringan. Sebaliknya, dengan semakin banyak fasilitas yang tersedia atau sedemikian sederhananya konfigurasi yang diterapkan, maka semakin mudah orang-orang ‘usil‘ dari luar masuk kedalam sistem (akibat langsung dari lemahnya kebijakan security).
2.      Kriptografi
Kriptografi adalah seni menyandikan data. Data yang akan dikirim disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga. Ada dua proses yang terjadi dalam kriptografi, yaitu proses enkripsi dan dekripsi. Proses enkripsi adalah proses mengubah data asli menjadi data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses megembalikan data sandi menjadi data aslinya.
Proses enkripsi terjadi di komputer pengirim sebelum data tersebut dikirimkan, sedangkan proses dekripsi terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si penerima dapat mengerti data yang dikirim.
3.      Secure Socket Layer
Jalur pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan dikuasai oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data melalui Internet rawan oleh penyadapan. Maka dari itu, browser di lengkapi dengan Secure Socket Layer yang berfungsi untuk menyandikan data. Dengan cara ini, komputer-komputer yang berada di antara komputer pengirim dan penerima tidak dapat lagi membaca isi data.
4.      Menutup service yang tidak digunakan, seperti menutup port-port terbuka yang tidak pernah kita gunakan seperti port telnet ataupun port yag lainnya dan juga menonakifkan berbagai service koneksi yang tidak diperlukan.
5.      Adanya sistem pemantau serangan yang digunakan untuk mengetahui adanya tamu/seseorang yang tak diundang (intruder) atau adanya serangan (attack).
6.      Melakukan back up secara rutin.
7.   Adanya pemantau integritas sistem. Misalnya pada sistem UNIX adalah program tripwire. Program ini dapat digunakan untuk memantau adanya perubahan pada berkas.
      2.       Pemerintahan
Upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah meningkat nya kasus cyber crime yaitu :
1.      Meningkatkan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya. Karena diperlukan hukum acara yang tepat untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap penjahat cyber crime.
2.      Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar international.
3.      Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4.      Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5.      Membentuk badan penyelidik internet. Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
      3.       Dunia Global

Meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime. Kejahatan dalam dunia internet termasuk kejahatan yang bersifat lintas batas wilayah territorial suatu negara, karena jaringan ICT yang digunakan termasuk sebagai jaringan yang tanpa batas (borderless). Untuk hal ini diperlukan cyberlaw, jika tidak keadaan demikian akan menjadi kejahatan tersembunyi (hidden crime of cyber) pada masa depan apabila tidak ditanggulangi secara hukum.



2.3         Cyber Law


2.3.1   Pengertian Cyber Law


Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.


2.3.2   Ruang lingkup Cyber Law


Ruang lingkup cyber law cukup luas mulai dari yang bersifat kompleks hingga khususnya sesuai dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
“Organized Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN tanggal 20 Desember 1997 di Manila”. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah :
1.      Cyber-terrorism : National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai serangan terhadap infrastruktur jaringan komputer yang memiliki efek potensial pada kegiatan  sosial dan ekonomi suatu bangsa.
2.      Cyber-pornography : penyebaran obscene material termasuk pornografi, indecent exposure, dan child pornography.
3.      Cyber Harrasment : pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.
4.      Cyber-stalking : crimes of stalking melalui penggunaan komputer dan internet.
5.      Hacking : penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6.  Carding (credit card fund), carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Sementara untuk Indonesia ada beberapa ruang lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian serius saat ini, yaitu :
1.      Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya.
Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
2.      Aspek Pembuktian.
Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital evidence) sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
3.      Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace
Termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit terpadu, dan lain-lain.
4.      Standardisasi di bidang telematika. Penetapan standardisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.
5.      Aturan-aturan di bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
6.      Aturan-aturan di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.
7.      Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.
8.      Yurisdiksi hukum, cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan.
2.3.3 Topik-topik Cyber Law
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
  1.      Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik. 
      2. On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet. 
      3. Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content. 
      4. Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet. 
      5. Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.


2.3.4  Asas-asas Cyberlaw 
     Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku di kenal beberapa asas yang biasa digunakan yaitu :

1.      Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.

2.     Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.

3.    nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.

4.       passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5.      protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
6.       Universality,

         Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking dan viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
 2.3.5   Tujuan Cyberlaw

Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.


2.4     Kasus - Kasus Cyber Crime dan Cyber Law

1.      Kasus 1

Pada akhir bulan November 2010 seoerang WN Nigeria membuka situs netlog.com dan mendapatkan pesan dari orang yang berinisial RR dia mengirimkan kan pesan kepada korban dan meminta korban untuk menerima paketan uang yang isinya uang hasil pencucian uang dollar senilai Rp.16.8 Milar, tetapi korban harus mengirimkan uang terlebih dahulu senilai Rp.2.5 Miliar dengan alasan membuka blokiran dan membayar kepada kedubes malaysia. Dan korban mempercayai pesan dari RR tersebut dan korban pun percaya kepada RR kemudian korban memberikan identitas dan alamat lengkapnya, Stelah beberapa hari RR mengirmkan pesan kepada korban yang menginformasikan bahwa paket yang diinformasikan sudah dikrim ke alamat korban setalah paket itu sampai korban membuka paket tersebeut dan ternyata paket tersebut hanya berisi potongan kertas, korban merasa tertipu dan segera melaporkan kepda pihak kepolisian dan dari tersangka tersebut polisi menyita barang bukti berupa 1 tas berisi 18 ikat potongan kertas menyerupai uang, 2 paspor hijau atas nama ECA, enam tabungan atas nama ECA, RR dan SI serta AR, sejumlah uang dan lain-lain.

Analisa Kasus : Diduga tersangka melakukan penipuan dengan modus mengirimkan paketan uang berupa dollar Amerika sehingga korban diminta untuk membayar biaya administrasi. Pada kasus ini, pelaku dapat dikenakan Pasal 378 tentang Penipuan. "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.
2.      Kasus 2 : Jangan lengah ketika anda melakukan pembayaran dengan kartu kredit. Seorang kasir gerai kopi Starbucks di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, membobol ratusan data kartu kredit. Akibatnya, dua bank swasta di Indonesia merugi ratusan juta rupiah. Tersangka berinisial DDB (26). Pemuda ini kini diamankan unit Cyber Crime Direskrimsus Polda Metro Jaya. Tersangka ditangkap pada awal Juli 2010 di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Kasus ini terungkap berawal dari laporan nasabah kartu kredit yang merasa tidak melakukan sejumlah transaksi dengan kartu kreditnya. Nasabah itu menduga kartu kreditnya telah dibobol orang. Polisi kemudian melakukan penyelidikan. Tersangka diketahui kerap berpindah-pindah pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya sebagai kasir.
Dengan profesinya, dia manfaatkan untuk kejahatan pencurian data kartu kredit. Salah satunya, ketika dia bekerja di gerai kopi terkenal Starbucks dengan mengumpulkan struk pembayaran. Dari tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 32 struk pembayaran di kasir Starbucks di Jalan MT Haryono, 15 kardus pengiriman iPod Nano dari Apple Store, 1 kardus iPod Pad, 18 invoice pengiriman barang serta satu set komputer dan handphone. Tersangka kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.
Analisa Kasus : Dalam kasus ini, diketahui bahwa tersangka dalam melakukan aksi pembobolannya sudah sangat terencana dan matang, dengan memanfaatkan profesinya sebagai kasir. Berdasarkan motifnya, kasus ini termasuk kedalam cyber crime sebagai tindak kejahatan murni untuk memuaskan keinginan pribadi.  Tersangka dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan atau 378 KUHP tentang penipuan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektornik (ITE) dengan ancaman pidana di atas 4 tahun penjara.



3.      Kasus 3 : Wildan pada Januari 2013 lalu meretas situs www.presidensby.info dengan melakukan defacing (penggantian Homepage). Ini merupakan salah satu jenis threat Unauthorized Access to Computer System and Service. Jakarta - Peretas situs resmi Presiden SBY, Wildan Yani Ashari (22), yang berhasil ditangkap di Jember ternyata tidak memiliki tim. Dia bekerja sendiri. Saat diperiksa, Wildan mengaku telah berhasil menghack lebih dari 5.000 situs di Indonesia.
"Jumat kemarin, kami berhasil menangkap pelaku atas nama Wildan Yani Ashari (22). Dia bekerja di CV Surya Infotama yang beralamat di Jalan kebonsari, Jember. Surya infotama merupakan warung komunikasi, yang menjual spare part komputer dan software. Di situ pelaku menjadi admin," kata Direktur 2 Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Arief Sulistio kepada wartawan di PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2013).
Analisa Kasus : Dalam kasus peretasan situs SBY, tindakan pelaku termasuk dalam jenis cybercrime Unauthorized Access to Computer System and Service merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasuki / menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Hacking dalam kasus ini termasuk dalam jenis kejahatan deface. Deface adalah aktifitas yang mengotori, “menodai”, merubah inti dari isi halaman suatu website dengan tulisan, gambar, ataupun link yang membuat suatu link menjadi melenceng dari perintah yang dibuat. Sedangkan pengertian dari web deface adalah melakukan perubahan pada halaman web depan pada situs-situs tertentu, dilakukan oleh para hacker atau cracker untuk mengganggu informasi yang dimunculkan pada halaman situs yang dimaksud. Hacker memasuki suatu sistem atau jaringan komputer untuk menguji keandalan suatu sistem tersebut. Sedangkan crakcer memasuki sistem orang lain yang mempunyai sifat destruktif di jaringan ke komputer. Motif pelaku kejahatan (cracker) biasanya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia, password, deface, serta menunjukkan kelemahan keamanan sistem. Faktor yang mempengaruhi kejahatan ini adalah adanya akses internet yang tidak terbatas, pekerjaan, kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat, iseng dan unjuk kebolehan, dan lain-lain. Wildan terancam pasal 22 huruf B Undang-undang 36/1999 tentang Telekomunikasi dan pasal 30 ayat 1, ayat 2 dan atau ayat 3, jo pasal 32 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE).



4.      Kasus 4 : Jakarta (ANTARA News) – Pengacara Farhat Abbas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan soal kicauan bernada rasis di Twitter tentang Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). “Kalau memang setelah diperiksa dan benar rasis, kita jalani proses hukum,” kata Farhat di Markas Polda Metro Jaya, Kamis. Farhat mengaku sudah meminta maaf kepada Ahok soal ucapannya di jejaring sosial pada 9 Januari 2013. Lewat akun @farhatabbaslaw dia mengatakan, “Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke orang umum katanya! Dasar Ahok plat aja diributin! Apapun platnya tetap Cina”.
Anton Medan dan pengacara Ramdan Alamsyah kemudian melaporkan Farhat ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penghinaan bernada diskriminasi kesukuan dan rasis. Farhat mengaku ucapannya melalui Twitter “tidak bertujuan untuk menyerang Ahok dengan isu rasis dan menghina warga keturunan China.”
Suami penyanyi Nia Daniati itu juga menyebut Anton Medan dan Ramdan memperbesar masalah kecil dari ucapan melalui Twitter. Farhat Abbas dilaporkan Ramdan Alamsyah selaku Ketua KIMB dengan Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Adapun Ketua Umum DPP PITI, Anton Medan melaporkan Farhat Abbas dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, sebagaimana diberitakan beberapa media online selama ini. Sebenarnya bagaimana ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar disangkakannya Farhat Abbas tersebut?
Analisa Kasus : Dari kasus diatas, sebagaimana dengan ketentuan-ketentuan hukum tersebut bisa saja Farhat Abbas dapat dikenakan penahanan, namun karena Ahok Basuki telah memaafkan atas ucapan yang telah dilakukan Farhat kepadanya, maka Farhat Abbas di bebaskan dari tuntutan hukum tersebut. Dalam bersosialisasi hendaknya Farhat Abas harus berhati-hati dalam berucap atau berkata kepada seseorang, organisasi ataupun instansi yang merugikan pihak lain dengan menggunakan saran internet. Demi Terus mengangkat dan mengenalkan diri ke publik kembali farhat abbas berulah dengan melakukan tindakan sara melalui sosial media twitter. hal ini sangat memalukan mengingat dirinya adalah seorang pengacara, imbasnya ke pengguna akun twitter yang lainnya yang sampai melaporkannya ke pihak yang berwajib sebagai tindakan kejahatan dibidang tenologi atas penghinaan terhadap agama, ras dan antar golongan (SARA).
Pasal yang digunakan dalam kasus ini menurut UU No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik adalah sebagai berikut :
1.      Pasal 28 ayat (2) UU ITE : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
2.      Pasal 45 ayat (2) UU ITE : “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Adapun Pasal 156 KUHP yang terkait masalah ini, sebagai berikut:
“Barangsiapa dimuka umum menyatakan pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancamdengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah). Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata Negara."



5.      Kasus 5 : Dosen FISIP Universitas Indonesia, Ade Armando ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemcemaran nama baik terhadap mantan Direktur kemahasiswaan UI, kamarudin. Kepala Bidang Humas polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, Ade seyogyanya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Polda hari ini, Senin (17/6/2013).“Yang bersangkutan semestinya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini.Tapi berhalangan hadir, karena masih ada sejumlah urusan di KPK,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto.Penyidik , kata Rikwanto, telah meminta keterangan sejumlah saksi ahli seperti ahli IT, ahli bahasa dan ahli pidana terkait kasus yang membelit Ade Armando tersebut. Rikwanto mengatakan, pihaknya akan melayangkan panggilan kedua terhadap pengkritikan korupsi itu.
Ade Armando menjadi tersangka pencemaran nama baik melalui dunia maya setelah memuat artikel yang diposting di blog pribadi Ade, http://adearmando.wordpress.com. Dua artikel ini berjudul “Bungkam BEM-BEM UI: Tak Peduli, Pengecut, atau Dikadali?” dan “BEM-BEM di UI SEGERA BERTINDAK;REKTOR DAN PARA KACUNGNYA GAGAL!”.
Dua artikel tersebut dimuat Ade pada 29 Januari 2012 dan 4 Maret 2012.Pada kedua artikel itu, Ade menjelaskan, dirinya tidak pernah menuis secara definitive bahwa Kamarudin korupsi.Dia hanya memaparkan adanya berbagai bentuk dugaan korupsi di UI, termasuk di dalamnya penyunatan uang beasiswa.
Analisa Kasus : Bahwa pentingnya cyberlaw, pada kasus Ade Armando tentang tuduhan korupsi yang berujung pencemaran nama baik. Dengan alasan dia menduga adanya korupsi terhadap mantan direktur itu.
Artikel yang Ade Armando terbitkan di blog pribadinya memiliki unsur pencemaran nama baik dan melanggar pasal 311 ayat (1) KUHP yang berbunyi
"Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.”
 Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: "Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-"


BAB III
PENUTUP


3.1         Kesimpulan
Kita sebagai manusia harus lebih berhati hati dan smart, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.

3.2         Saran
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Kepada pemerintah supaya lebih tegas lagi dalam menangani kasus-kasus cybercrime. Dan kepada para pakar IT supaya dalam membuat program pengamanan data lebih optimal lagi sehingga kasus-kasus kejahatan di dunia maya dapat diminimalkan. Lalu Perlunya Dukungan Lembaga Khusus, lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.





DAFTAR PUSTAKA



 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar