MAKALAH
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI
CYBER
CRIME DAN CYBER LAW
Diajukan Untuk Memenuhi
Ujian Akhir Semester (UAS) Mata kuliah EPTIK Pada Program Diploma Tiga (D.III
)
Kelas 11.6E.04
Disusun oleh :
Atmi Susanti (11131211)
Lutfiany Dwie Sentosa
(11131373)
Syifa Ilmilia Putri (11132043)
Suryojoyo (11130159)
Jurusan Komputerisasi Akuntansi
Akademi Manajemen Informatika dan
Komputer Bina Sarana Informatika
Bekasi
2016
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan atas segala rahmat, hidayah serta
ridhoNya, atas terselesaikannya makalah yang berjudul “MAKALAH ETIKA PROFESI
TEKNOLOGI INFORMASI CYBER CRIME DAN CYBER LAW” yang merupakan syarat
mendapatkan nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi &
Komunikasi ( EPTIK ). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun makalah
ini tak terlepas dari bantuan berbagai pihak, Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Suhardoyo selaku dosen EPTIK.
2. Staff/ Karyawan / Dosen di lingkungan BSI.
3. Kedua Orang Tua tercinta dan keluarga kami yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat.
2. Staff/ Karyawan / Dosen di lingkungan BSI.
3. Kedua Orang Tua tercinta dan keluarga kami yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat.
4. Rekan-rekan mahasiswa BSI yang telah
mendukung dan berpartisipasi dalam pembuatan laporan
presentasi ini.
5. Dan semua pihak yang telah membantu penulis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
5. Dan semua pihak yang telah membantu penulis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Dan semua pihak yang telah membantu penulis, namun tak bisa
penulis sebutkan satu per satu.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, karena masih banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan
datang.
Akhir kata, penulis mohon di bukakan pintu maaf yang
sebesar -besarnya, apabila ada kesalahan dan kekurangan yang penulis
lakukan. Dan penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bekasi,
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Metode Penelitian
1.5 Sistematika Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Undang
– Undang ITE
2.2 Cyber
Crime
2.2.1 Pengertian
Cyber Crime
2.2.2 Motif
Kegiatan Cyber Crime
2.2.3 Berdasarkan
Sasaran Kejahatan
2.2.4
Karakteristik Cyber Crime
2.2.5 Jenis - Jenis Cyber Crime
2.2.6 Perkembangan
Cyber Crime di Indonesia
2.2.6 Penanganan
dan Pencegahan
2.3 Cyber Law
2.3.1 Pengertian
Cyber Law
2.3.2 Ruang
Lingkup Cyber Law
2.3.3 Topik –
Topik Cyber Law
2.3.4 Asas - Asas
Cyber Law
2.3.5 Tujuan
Cyber Law
2.4 Kasus - Kasus
Cyber Law
BAB
III PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar
Pustaka
Lampiran
Lampiran
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan dan pemanfaatan teknologi
informasi, media dan komunikasi misalkan komputer, hand phone, facebook, email,
internet dan lain sebagainya telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban
manusia secara global. Teknologi informasi dan komunikasi ini telah
dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat
dalam berbagai sector kehidupan baik sector pemerintahan, bisnis, perbankan,
pendidikan, kesehatan, kehidupan pribadi dan lain sebagainya.
Teknologi informasi dan komunikasi ini
dapat memberikan manfaat yang positif, namun di sisi yang lain, juga perlu disadari bahwa
teknologi ini memberikan peluang pula untuk dijadikan media melakukan tindak
pidana atau kejahatan-kejahatan yang disebut secara popular sebagai cyber crime (kejahatan di dunia maya)
sehingga diperlukan hukum dunia maya.
Teknologi informasi dan komunikasi Ini
telah melahirkan suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau cyber law, secara international
disamakan dengan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi.
Munculnya beberapa
kasus cyber crime di Indonesia,
seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data
orang lain, misalnya email dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan
perintah yang tidak dikehendaki ke dalam program komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil
dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang
memasuki Komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya cyber crime telah menjadi ancaman
stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang
dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet.
1.2 Maksud
dan Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi
Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2. Menambah wawasan tentang Kasus Cyber Crime dan Hukum yang mengaturnya (Cyber Law) yang ada di Indonesia.
3. Sebagai masukan kepada mahasiswa agar menggunakan ilmu yang
didapatnya untuk kepentingan yang positif.
Tujuan pembuatan laporan ini adalah
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti UAS mata Etika Profesi Teknologi Informasi
dan Komunikasi semester VI (Enam) pada program
Diploma Tiga (D3) jurusan Komputerisasi Akuntansi pada Akademi
Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI.
1.3 Metode Penulisan
Makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mendapatkan
nilai pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) dalam mata kuliah Etika Profesi
Teknologi Informasi & Komunikasi. Penyusunan malakah ini, menitik beratkan
pada kegiatan melanggar hukum di duniamaya yang di sebut dengan “Cyber Crime” dan “Cyber Law”. Makalah ini merupakan hasil pengumpulan data dan
informasi melalui media internet yang di dalamnya terdapat banyak artikel dan
informasi yang menjelaskan tentang Cyber
Crime dan Cyber Law ini.
1.4
Sistematika
Penulisan
Sebelum membahas lebih lanjut sebaiknya
penulis menjelaskan dahulu secara garis besar mengenai sistematika penulisan,
sehingga memudahkan pembaca memahami makalah ini. Dalam penjelasan sistematika
penulisan makalah ini adalah :
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Metode Penelitian
1.5 Sistematika Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Undang
– Undang ITE
2.2 Cyber
Crime
2.2.1 Pengertian
Cyber Crime
2.2.2 Motif
Kegiatan Cyber Crime
2.2.3 Berdasarkan
Sasaran Kejahatan
2.2.4
Karakteristik Cyber Crime
2.2.5 Jenis - Jenis Cyber Crime
2.2.6 Perkembangan
Cyber Crime di Indonesia
2.2.6 Penanganan
dan Pencegahan
2.3 Cyber Law
2.3.1 Pengertian
Cyber Law
2.3.2 Ruang
Lingkup Cyber Law
2.3.3 Topik –
Topik Cyber Law
2.3.4 Asas - Asas
Cyber Law
2.3.5 Tujuan
Cyber Law
2.4 Kasus - Kasus
Cyber Law
BAB
III PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Undang – Undang ITE (Informasi
dan Transaksi Elektronik)
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang
dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada
beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL
Model Law on eCommerce dan UNCITRAL
Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir
kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa
materi yang diatur, antara lain:
1.
Pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE).
2. Tanda
tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE).
3. Penyelenggaraan
sertifikasi elektronik (certification
authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE).
4. Penyelenggaraan
sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE).
5. Beberapa
materi perbuatan yang dilarang (cyber crimes)
yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
- Kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE).
- Akses ilegal (Pasal 30).
- Intersepsi ilegal (Pasal 31).
- Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE).
- Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE).
- Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah
akademis yang disusun oleh dua institusi
pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi
dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang
kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua
naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh
tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang
Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
2.2 Cyber Crime
2.2.1 Pengertian Cybercrime
2.2 Cyber Crime
2.2.1 Pengertian Cybercrime
Cybercrime
adalah bentuk kejahatan yang terjadi di Internet/ dunia maya. Yang
menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan yaitu mengacu pada
aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer. Tetapi istilah cybercrime juga dipakai dalam kegiatan
kejahatan dalam dunia nyata di mana komputer atau jaringan komputer dipakai
untuk memungkinkan atau mempermudah kejahatan itu bisa terjadi. Yang termasuk
dalam kejahatan dalam dunia maya yaitu pemalsuan cek, penipuan lelang secara online, confidence fraud, penipuan kartu
kredit, pornografi anak, penipuan identitas, dll.
2.2.2 Motif Kegiatan Cyber Crime
2.2.2 Motif Kegiatan Cyber Crime
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua
jenis sebagai berikut :
1. Cybercrime
sebagai tindakan murni criminal
Kejahatan yang murni
merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas.
Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana
kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk
digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media
internet (webserver, mailing list)
untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam
contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara
maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
2. Cybercrime
sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan
di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah
itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang
bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning.
Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik
orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang
diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang
terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
2.2.3
Berdasarkan
Sasaran Kejahatan
1. Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan yang dilakukan terhadap
orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama
baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan
pribadi.
Contoh : Pornografi, cyber stalking,
dll
2. Cybercrime yang menyerang hak milik (Against Property):
Kejahatan yang dilakukan terhadap
hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang
bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
3. Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan
pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan teror, membajak ataupun merusak
keamanan suatu pemerintahan yang
bertujuan untuk mengacaukan sistem pemerintahan, atau menghancurkan suatu
Negara.
2.2.4 Karakteristik
Cyber Crime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua
jenis kejahatan sebagai berikut:
1. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis
kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti
perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
2. Kejahatan
kerah putih (white colar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan yakni kejahatan korporasi, kejahatan
birokrat, malpraktek dan kejahatan individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya
komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang
berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia
maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
1. Ruang
lingkup kejahatan
Sesuai sifat global internet, ruang
lingkup kejahatan ini jga bersifat global. Cybercrime
seringkali dilakukan secara transnasional, melintasi batas negara sehingga
sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku.
Karakteristik internet dimana orang dapat berlalu - lalang tanpa identitas (anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai
aktivitas jahat yang tak tersentuh hukum.
2. Sifat
kejahatan
Bersifat non-violence, atau tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat.
Jika kejahatan konvensional sering kali menimbulkan kekacauan makan kejahatan
di internet bersifat sebaliknya.
3. Pelaku
kejahatan
Bersifat lebih universal, meski memiliki ciri khusus yaitu kejahatan dilakukan
oleh orang - orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
Pelaku kejahatan tersebut tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu,
mereka yang sempat tertangkap remaja, bahkan beberapa diantaranya masih anak -
anak.
4. Modus
kejahatan
Keunikan kejahatan ini adalah
penggunaan teknologi informasi dalam modus operandi, itulah sebabnya mengapa modus operandi dalam
dunia cyber tersebut sulit dimengerti
oleh orang - orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer, teknik
pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.
5. Jenis-jenis
kerugian yang ditimbulkan
Dapat bersifat material maupun non-material. Seperti waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri,
martabat bahkan kerahasiaan informasi.
2.2.5 Jenis
– Jenis Cyber Crime
Berdasarkan jenis
aktivitasnya cybercrime dapat
dikelompokan, yaitu:
1.
Unauthorized Access to Computer System and Service adalah kejahatan yang dilakukan dengan
memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang
dimasukinya.
Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud
sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada
juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya
menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini
semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet. Kita tentu
tidak lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di
tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker
(Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus
masuk ke dalam database berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang
bergerak dibidang e-commerce, yang
memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI)
juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak
berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu lamanya.
2.
Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan
memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak
benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau
fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal
yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan
rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan
sebagainya.
3.
Data
Forgery
Merupakan kejahatan dengan
memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless
document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada
dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik”
yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
4.
Cyber
Espionage
Merupakan kejahatan yang
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network
system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan
terhadap saingan bisnis hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut
menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau
sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan
bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyber terrorism.
5.
Offense
against Intellectual Property (hijacking)
Kejahatan ini ditujukan terhadap
Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai
contoh adalah peniruan tampilan pada web
page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi
di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
6.
Infringements
of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap
informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit,
nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
7.
Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk merusak sistem keamanan suatu sistem komputer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu mereka mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negatif, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
Kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk merusak sistem keamanan suatu sistem komputer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu mereka mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negatif, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
8.
Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil. Kejahatan ini muncul seiring dengan perkembangan pesat dari perdagangan di internet (e-commerce) yang transaksi-transaksinya dilakukan secara elektronik.
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil. Kejahatan ini muncul seiring dengan perkembangan pesat dari perdagangan di internet (e-commerce) yang transaksi-transaksinya dilakukan secara elektronik.
9.
Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan email dan dilakukan berulang-ulang. Kegiatan tersebut menyerupai teror yang ditunjukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan email dan dilakukan berulang-ulang. Kegiatan tersebut menyerupai teror yang ditunjukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
10. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan
orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada
peusahaan tersebut dengan harga yang mahal. Adapun
typosquatting adalah kejahatan dengan
membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain.
Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan. Di Indonesia, hal itu terjadi, seperti pada kasus
mustika-ratu.com
11. Cyber Terorism.
Suatu tindakan cyber termasuk cyber terorism
jika mengancam pemerintahan atau kewarganegaraan, termasuk cracking ke situs pemerintahan atau militer. Teroris dapat
memanfaatkan teknologi informasi untuk berkomunikasi relatif lebih aman, contoh kasus cyber terorism sebagai berikut:
1.
Ramzi Yousef, dengan penyerangan pertama
ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang
dienskripsi dilaptopnya.
2.
Osama Bin Laden, diketahui menggunakan
steganography untuk komunikasi jaringannya.
3.
Suatu website yang dinamai Club Hacker
Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
4.
Seorang hacker yang menyebut dirinya
DoctorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau
mengubah isi halaman web denga propaganda anti-American, anti-Israeli dan pro
Bin Laden.
2.2.6 Perkembangan
cyber crime di Indonesia
Di Indonesia sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi dua
jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara
terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh
para hacker, cracker dan carder lokal. Virus komputer yang
dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Di tahun
1986 – 2003, epicenter virus komputer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika
dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, dan India.
Namun hasil penelitian mengatakan di beberapa tahun
mendatang Mexico, India dan Africa yang akan menjadi epicenter virus terbesar
di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar.
Seterusnya 5 tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang
meneruskan perkembangan virus-virus yang saat ini mengancam komputer kita
semua dan gak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang
kurang bagus alasannya, mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan
dalam dunia cyber, terus terang para hacker di Amerika gak akan berani untuk
bergerak karena pengaturan yang ketat dan sistem kontrol yang lebih high-tech
lagi yang dipunyai pemerintah Amerika Serikat.
2.2.7 Penanganan
dan pencegahan
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya cyber crime ataupun cyber espionage itu sendiri.
1. Personal
Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi cyber crime
secara personal, antara lain :
1.
Internet Firewall
Jaringan
komputer yang terhubung ke internet perlu dilengkapi dengan internet firewall.
Firewall merupakan alat untuk mengimplementasikan kebijakan security. Informasi
yang keluar atau masuk harus melalui firewall ini. Tujuan utama dari firewall
adalah untuk menjaga agar akses (ke dalam maupun ke luar) dari orang yang tidak
berwenang (unauthorized access) tidak dapat dilakukan. Kebijakan security,
dibuat berdasarkan pertimbangan antara fasilitas yang disediakan dengan
implikasi security-nya. Semakin ketat kebijakan security, semakin kompleks
konfigurasi layanan informasi atau semakin sedikit fasilitas yang tersedia di
jaringan. Sebaliknya, dengan semakin banyak fasilitas yang tersedia atau
sedemikian sederhananya konfigurasi yang diterapkan, maka semakin mudah
orang-orang ‘usil‘ dari luar masuk kedalam sistem (akibat langsung dari lemahnya
kebijakan security).
2.
Kriptografi
Kriptografi adalah seni menyandikan data. Data yang akan dikirim disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga. Ada dua proses yang terjadi dalam kriptografi, yaitu proses enkripsi dan dekripsi. Proses enkripsi adalah proses mengubah data asli menjadi data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses megembalikan data sandi menjadi data aslinya.
Proses enkripsi terjadi di komputer pengirim sebelum data tersebut dikirimkan, sedangkan proses dekripsi terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si penerima dapat mengerti data yang dikirim.
Kriptografi adalah seni menyandikan data. Data yang akan dikirim disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga. Ada dua proses yang terjadi dalam kriptografi, yaitu proses enkripsi dan dekripsi. Proses enkripsi adalah proses mengubah data asli menjadi data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses megembalikan data sandi menjadi data aslinya.
Proses enkripsi terjadi di komputer pengirim sebelum data tersebut dikirimkan, sedangkan proses dekripsi terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si penerima dapat mengerti data yang dikirim.
3.
Secure Socket Layer
Jalur
pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan dikuasai oleh
banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data melalui Internet rawan oleh
penyadapan. Maka dari itu, browser di lengkapi dengan Secure Socket Layer yang
berfungsi untuk menyandikan data. Dengan cara ini, komputer-komputer yang
berada di antara komputer pengirim dan penerima tidak dapat lagi membaca isi
data.
4.
Menutup
service yang tidak digunakan, seperti
menutup port-port terbuka yang tidak pernah kita gunakan seperti port telnet
ataupun port yag lainnya dan juga menonakifkan berbagai service koneksi yang
tidak diperlukan.
5.
Adanya
sistem pemantau serangan yang digunakan untuk mengetahui adanya tamu/seseorang
yang tak diundang (intruder) atau adanya serangan (attack).
6.
Melakukan
back up secara rutin.
7. Adanya
pemantau integritas sistem. Misalnya pada sistem UNIX adalah program tripwire.
Program ini dapat digunakan untuk memantau adanya perubahan pada berkas.
2. Pemerintahan
Upaya yang harus dilakukan
pemerintah untuk mencegah meningkat nya kasus cyber crime yaitu :
1.
Meningkatkan
modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya. Karena diperlukan
hukum acara yang tepat untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap
penjahat cyber crime.
2.
Meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar international.
3.
Meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4.
Meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah
kejahatan tersebut terjadi.
5.
Membentuk
badan penyelidik internet. Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki IDCERT
(Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of
contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
3. Dunia Global
Meningkatkan kerjasama antarnegara,
baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan
cybercrime. Kejahatan dalam dunia internet termasuk kejahatan yang bersifat
lintas batas wilayah territorial suatu negara, karena jaringan ICT yang
digunakan termasuk sebagai jaringan yang tanpa batas (borderless). Untuk hal
ini diperlukan cyberlaw, jika tidak keadaan demikian akan menjadi kejahatan
tersembunyi (hidden crime of cyber) pada masa depan apabila tidak ditanggulangi
secara hukum.
2.3
Cyber Law
2.3.1 Pengertian Cyber Law
Cyberlaw
adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber
space) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu
aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan
dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber
atau duni maya. Cyberlaw sendiri
merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace
Law. Cyberlaw akan memainkan
peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan
yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu
sebuah perangkat aturan main didalamnya.
2.3.2
Ruang lingkup Cyber Law
Ruang
lingkup cyber law cukup luas mulai dari yang bersifat kompleks hingga khususnya
sesuai dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat
dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia.
Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya
kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang
dikenal dengan nama cyber crime,
sperti contoh di atas. Cyber crime
ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional
berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
“Organized
Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN
tanggal 20 Desember 1997 di Manila”. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam
cyber crime diantaranya adalah :
1. Cyber-terrorism
: National Police Agency of Japan
(NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai serangan terhadap infrastruktur
jaringan komputer yang memiliki efek potensial pada kegiatan sosial dan
ekonomi suatu bangsa.
2. Cyber-pornography
: penyebaran obscene material
termasuk pornografi, indecent exposure,
dan child pornography.
3.
Cyber Harrasment :
pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.
4. Cyber-stalking
: crimes of stalking
melalui penggunaan komputer dan internet.
5. Hacking
: penggunaan programming abilities
dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6. Carding
(credit card fund), carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu
kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Sementara untuk Indonesia ada beberapa ruang lingkup cyberlaw
yang memerlukan perhatian serius saat ini, yaitu :
1. Kriminalisasi
Cyber Crime atau kejahatan di dunia
maya.
Dampak negatif dari
kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat
aturan yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi
tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi
informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak
ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa
masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui
banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang
pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang
terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu
sendiri.
2. Aspek
Pembuktian.
Saat ini sistem
pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal
istilah bukti elektronik/digital (digital
evidence) sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak
perdebatan khususnya antara akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk
aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding
(penemuan hukum). Tapi untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas
menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan
hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege
poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga
perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
3. Aspek
Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace
Termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak Milik
Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit
terpadu, dan lain-lain.
4. Standardisasi
di bidang telematika. Penetapan standardisasi bidang telematika akan
membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan
teknologi informasi.
5. Aturan-aturan
di bidang E-Bussiness termasuk
didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
6. Aturan-aturan
di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah
terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat
menjadi lebih baik.
7. Aturan
tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan
teknologi informasi.
8. Yurisdiksi
hukum, cyberlaw tidak akan
berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar
kawasan, antar wilayah, dan antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang
jelas mutlak diperlukan.
2.3.3 Topik-topik Cyber Law
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
- Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
2. On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
3. Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4. Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
5. Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
2.3.4 Asas-asas Cyberlaw
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku di kenal beberapa asas yang biasa digunakan yaitu :
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku di kenal beberapa asas yang biasa digunakan yaitu :
1. Subjective
territoriality,
yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan
dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2. Objective
territoriality,
yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama
perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara
yang bersangkutan.
3. nationality
yang menentukan
bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
4. passive
nationality yang
menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5. protective
principle yang
menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi
kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang
umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
6. Universality,
Asas ini selayaknya memperoleh
perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal
interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap
negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini
kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara
dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin
dikembangkan untuk internet piracy,
seperti computer, cracking, carding, hacking dan viruses, namun perlu dipertimbangkan
bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius
berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang
menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan
batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang
hanya dibatasi oleh screens and passwords.
Secara radikal, ruang cyber telah
mengubah hubungan antara legally
significant (online) phenomena and
physical location.
2.3.5 Tujuan Cyberlaw
Cyberlaw sangat
dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan
tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses
penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan
komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.
2.4 Kasus - Kasus Cyber Crime dan Cyber Law
1.
Kasus 1
Pada
akhir bulan November 2010 seoerang WN Nigeria membuka situs netlog.com dan
mendapatkan pesan dari orang yang berinisial RR dia mengirimkan kan pesan
kepada korban dan meminta korban untuk menerima paketan uang yang isinya uang
hasil pencucian uang dollar senilai Rp.16.8 Milar, tetapi korban harus
mengirimkan uang terlebih dahulu senilai Rp.2.5 Miliar dengan alasan membuka
blokiran dan membayar kepada kedubes malaysia. Dan korban mempercayai pesan dari
RR tersebut dan korban pun percaya kepada RR kemudian korban memberikan
identitas dan alamat lengkapnya, Stelah beberapa hari RR mengirmkan pesan
kepada korban yang menginformasikan bahwa paket yang diinformasikan sudah
dikrim ke alamat korban setalah paket itu sampai korban membuka paket tersebeut
dan ternyata paket tersebut hanya berisi potongan kertas, korban merasa tertipu
dan segera melaporkan kepda pihak kepolisian dan dari tersangka tersebut polisi
menyita barang bukti berupa 1 tas berisi 18 ikat potongan kertas menyerupai
uang, 2 paspor hijau atas nama ECA, enam tabungan atas nama ECA, RR dan SI
serta AR, sejumlah uang dan lain-lain.
Analisa Kasus : Diduga tersangka melakukan penipuan dengan modus mengirimkan
paketan uang berupa dollar Amerika sehingga korban diminta untuk membayar biaya
administrasi. Pada kasus ini, pelaku dapat dikenakan Pasal 378 tentang
Penipuan. "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun”.
2.
Kasus
2 : Jangan lengah ketika anda melakukan
pembayaran dengan kartu kredit. Seorang kasir gerai kopi Starbucks di Jalan MT
Haryono, Jakarta Selatan, membobol ratusan data kartu kredit. Akibatnya, dua
bank swasta di Indonesia merugi ratusan juta rupiah. Tersangka berinisial DDB
(26). Pemuda ini kini diamankan unit Cyber
Crime Direskrimsus Polda Metro Jaya. Tersangka ditangkap pada awal Juli
2010 di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Kasus ini terungkap berawal dari
laporan nasabah kartu kredit yang merasa tidak melakukan sejumlah transaksi
dengan kartu kreditnya. Nasabah itu menduga kartu kreditnya telah dibobol
orang. Polisi kemudian melakukan penyelidikan. Tersangka diketahui kerap
berpindah-pindah pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya sebagai
kasir.
Dengan profesinya, dia manfaatkan untuk kejahatan pencurian data kartu kredit. Salah satunya, ketika dia bekerja di gerai kopi terkenal Starbucks dengan mengumpulkan struk pembayaran. Dari tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 32 struk pembayaran di kasir Starbucks di Jalan MT Haryono, 15 kardus pengiriman iPod Nano dari Apple Store, 1 kardus iPod Pad, 18 invoice pengiriman barang serta satu set komputer dan handphone. Tersangka kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.
Dengan profesinya, dia manfaatkan untuk kejahatan pencurian data kartu kredit. Salah satunya, ketika dia bekerja di gerai kopi terkenal Starbucks dengan mengumpulkan struk pembayaran. Dari tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 32 struk pembayaran di kasir Starbucks di Jalan MT Haryono, 15 kardus pengiriman iPod Nano dari Apple Store, 1 kardus iPod Pad, 18 invoice pengiriman barang serta satu set komputer dan handphone. Tersangka kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.
Analisa Kasus : Dalam kasus ini, diketahui bahwa tersangka dalam melakukan
aksi pembobolannya sudah sangat terencana dan matang, dengan memanfaatkan
profesinya sebagai kasir. Berdasarkan motifnya, kasus ini termasuk kedalam
cyber crime sebagai tindak kejahatan murni untuk memuaskan keinginan pribadi. Tersangka dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian
dan atau 378 KUHP tentang penipuan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi
Transaksi Elektornik (ITE) dengan ancaman pidana di atas 4 tahun penjara.
3.
Kasus
3 : Wildan pada Januari 2013 lalu
meretas situs www.presidensby.info dengan melakukan defacing (penggantian Homepage). Ini merupakan salah satu jenis threat Unauthorized Access to Computer
System and Service. Jakarta
- Peretas situs resmi Presiden SBY, Wildan Yani Ashari (22), yang berhasil
ditangkap di Jember ternyata tidak memiliki tim. Dia bekerja sendiri. Saat
diperiksa, Wildan mengaku telah berhasil menghack lebih dari 5.000 situs di
Indonesia.
"Jumat kemarin, kami berhasil menangkap pelaku atas nama Wildan Yani Ashari (22). Dia bekerja di CV Surya Infotama yang beralamat di Jalan kebonsari, Jember. Surya infotama merupakan warung komunikasi, yang menjual spare part komputer dan software. Di situ pelaku menjadi admin," kata Direktur 2 Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Arief Sulistio kepada wartawan di PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2013).
"Jumat kemarin, kami berhasil menangkap pelaku atas nama Wildan Yani Ashari (22). Dia bekerja di CV Surya Infotama yang beralamat di Jalan kebonsari, Jember. Surya infotama merupakan warung komunikasi, yang menjual spare part komputer dan software. Di situ pelaku menjadi admin," kata Direktur 2 Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Arief Sulistio kepada wartawan di PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2013).
Analisa Kasus : Dalam kasus peretasan situs SBY, tindakan pelaku termasuk
dalam jenis cybercrime Unauthorized Access
to Computer System and Service merupakan kejahatan yang dilakukan dengan
memasuki / menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya. Hacking dalam kasus ini termasuk
dalam jenis kejahatan deface. Deface adalah aktifitas yang mengotori,
“menodai”, merubah inti dari isi halaman suatu website dengan tulisan, gambar,
ataupun link yang membuat suatu link menjadi melenceng dari perintah yang
dibuat. Sedangkan pengertian dari web deface adalah melakukan perubahan pada
halaman web depan pada situs-situs tertentu, dilakukan oleh para hacker atau
cracker untuk mengganggu informasi yang dimunculkan pada halaman situs yang
dimaksud. Hacker memasuki suatu sistem
atau jaringan komputer untuk menguji keandalan suatu sistem tersebut. Sedangkan
crakcer memasuki sistem orang lain
yang mempunyai sifat destruktif di jaringan ke komputer. Motif pelaku kejahatan (cracker) biasanya dengan maksud sabotase
ataupun pencurian informasi penting dan rahasia, password, deface, serta menunjukkan kelemahan keamanan sistem. Faktor yang
mempengaruhi kejahatan ini adalah adanya akses internet yang tidak terbatas,
pekerjaan, kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat, iseng dan unjuk
kebolehan, dan lain-lain. Wildan terancam pasal 22 huruf B Undang-undang
36/1999 tentang Telekomunikasi dan pasal 30 ayat 1, ayat 2 dan atau ayat 3, jo
pasal 32 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE).
4.
Kasus
4 : Jakarta (ANTARA News) – Pengacara
Farhat Abbas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus
Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan soal kicauan bernada rasis di
Twitter tentang Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
“Kalau memang setelah diperiksa dan benar rasis, kita jalani proses hukum,”
kata Farhat di Markas Polda Metro Jaya, Kamis. Farhat mengaku sudah meminta
maaf kepada Ahok soal ucapannya di jejaring sosial pada 9 Januari 2013. Lewat
akun @farhatabbaslaw dia mengatakan, “Ahok sana sini protes plat pribadi B 2
DKI dijual polisi ke orang umum katanya! Dasar Ahok plat aja diributin! Apapun
platnya tetap Cina”.
Anton Medan dan pengacara Ramdan Alamsyah kemudian melaporkan Farhat ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penghinaan bernada diskriminasi kesukuan dan rasis. Farhat mengaku ucapannya melalui Twitter “tidak bertujuan untuk menyerang Ahok dengan isu rasis dan menghina warga keturunan China.” Suami penyanyi Nia Daniati itu juga menyebut Anton Medan dan Ramdan memperbesar masalah kecil dari ucapan melalui Twitter. Farhat Abbas dilaporkan Ramdan Alamsyah selaku Ketua KIMB dengan Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Adapun Ketua Umum DPP PITI, Anton Medan melaporkan Farhat Abbas dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, sebagaimana diberitakan beberapa media online selama ini. Sebenarnya bagaimana ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar disangkakannya Farhat Abbas tersebut?
Anton Medan dan pengacara Ramdan Alamsyah kemudian melaporkan Farhat ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penghinaan bernada diskriminasi kesukuan dan rasis. Farhat mengaku ucapannya melalui Twitter “tidak bertujuan untuk menyerang Ahok dengan isu rasis dan menghina warga keturunan China.” Suami penyanyi Nia Daniati itu juga menyebut Anton Medan dan Ramdan memperbesar masalah kecil dari ucapan melalui Twitter. Farhat Abbas dilaporkan Ramdan Alamsyah selaku Ketua KIMB dengan Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Adapun Ketua Umum DPP PITI, Anton Medan melaporkan Farhat Abbas dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, sebagaimana diberitakan beberapa media online selama ini. Sebenarnya bagaimana ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar disangkakannya Farhat Abbas tersebut?
Analisa Kasus : Dari kasus diatas, sebagaimana dengan ketentuan-ketentuan
hukum tersebut bisa saja Farhat Abbas dapat dikenakan penahanan, namun karena
Ahok Basuki telah memaafkan atas ucapan yang telah dilakukan Farhat kepadanya,
maka Farhat Abbas di bebaskan dari tuntutan hukum tersebut. Dalam bersosialisasi hendaknya
Farhat Abas harus berhati-hati dalam berucap atau berkata kepada seseorang,
organisasi ataupun instansi yang merugikan pihak lain dengan menggunakan saran
internet. Demi Terus mengangkat dan
mengenalkan diri ke publik kembali farhat abbas berulah dengan melakukan
tindakan sara melalui sosial media twitter. hal ini sangat memalukan mengingat
dirinya adalah seorang pengacara, imbasnya ke pengguna akun twitter yang
lainnya yang sampai melaporkannya ke pihak yang berwajib sebagai tindakan
kejahatan dibidang tenologi atas penghinaan terhadap agama, ras dan antar golongan (SARA).
Pasal
yang digunakan dalam kasus ini menurut UU No.11 tahun 2008 tentang informasi
dan transaksi elektronik adalah sebagai berikut :
1. Pasal 28 ayat (2) UU ITE : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”
2. Pasal 45 ayat (2) UU ITE : “Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Adapun Pasal 156 KUHP yang terkait masalah ini, sebagai berikut: “Barangsiapa dimuka umum menyatakan pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancamdengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah). Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata Negara."
Adapun Pasal 156 KUHP yang terkait masalah ini, sebagai berikut: “Barangsiapa dimuka umum menyatakan pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancamdengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah). Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata Negara."
5.
Kasus
5 : Dosen FISIP Universitas Indonesia,
Ade Armando ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemcemaran nama
baik terhadap mantan Direktur kemahasiswaan UI, kamarudin. Kepala Bidang Humas polda Metro Jaya
Kombes Pol Rikwanto mengatakan, Ade seyogyanya menjalani pemeriksaan sebagai
tersangka di Polda hari ini, Senin (17/6/2013).“Yang bersangkutan semestinya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka
pada hari ini.Tapi berhalangan hadir, karena masih ada sejumlah urusan di KPK,”
ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto.Penyidik , kata
Rikwanto, telah meminta keterangan sejumlah saksi ahli seperti ahli IT, ahli
bahasa dan ahli pidana terkait kasus yang membelit Ade Armando tersebut.
Rikwanto mengatakan, pihaknya akan melayangkan panggilan kedua terhadap
pengkritikan korupsi itu.
Ade Armando menjadi tersangka pencemaran nama baik melalui dunia maya setelah memuat artikel yang diposting di blog pribadi Ade, http://adearmando.wordpress.com. Dua artikel ini berjudul “Bungkam BEM-BEM UI: Tak Peduli, Pengecut, atau Dikadali?” dan “BEM-BEM di UI SEGERA BERTINDAK;REKTOR DAN PARA KACUNGNYA GAGAL!”. Dua artikel tersebut dimuat Ade pada 29 Januari 2012 dan 4 Maret 2012.Pada kedua artikel itu, Ade menjelaskan, dirinya tidak pernah menuis secara definitive bahwa Kamarudin korupsi.Dia hanya memaparkan adanya berbagai bentuk dugaan korupsi di UI, termasuk di dalamnya penyunatan uang beasiswa.
Ade Armando menjadi tersangka pencemaran nama baik melalui dunia maya setelah memuat artikel yang diposting di blog pribadi Ade, http://adearmando.wordpress.com. Dua artikel ini berjudul “Bungkam BEM-BEM UI: Tak Peduli, Pengecut, atau Dikadali?” dan “BEM-BEM di UI SEGERA BERTINDAK;REKTOR DAN PARA KACUNGNYA GAGAL!”. Dua artikel tersebut dimuat Ade pada 29 Januari 2012 dan 4 Maret 2012.Pada kedua artikel itu, Ade menjelaskan, dirinya tidak pernah menuis secara definitive bahwa Kamarudin korupsi.Dia hanya memaparkan adanya berbagai bentuk dugaan korupsi di UI, termasuk di dalamnya penyunatan uang beasiswa.
Analisa Kasus : Bahwa pentingnya cyberlaw,
pada kasus Ade Armando tentang tuduhan korupsi yang berujung pencemaran nama
baik. Dengan alasan dia menduga adanya korupsi terhadap mantan direktur itu.
Artikel yang Ade Armando terbitkan di blog pribadinya memiliki unsur pencemaran nama baik dan melanggar pasal 311 ayat (1) KUHP yang berbunyi
"Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.” Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: "Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-"
Artikel yang Ade Armando terbitkan di blog pribadinya memiliki unsur pencemaran nama baik dan melanggar pasal 311 ayat (1) KUHP yang berbunyi
"Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.” Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: "Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-"
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kita sebagai manusia
harus lebih berhati hati dan smart, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi
ini mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi
sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang
lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di
hadapan kita.
3.2
Saran
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang
mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara
untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti
layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Kepada pemerintah
supaya lebih tegas lagi dalam menangani kasus-kasus cybercrime. Dan kepada para pakar IT supaya dalam membuat program
pengamanan data lebih optimal lagi sehingga kasus-kasus kejahatan di dunia maya
dapat diminimalkan. Lalu Perlunya Dukungan Lembaga Khusus, lembaga ini
diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada
masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar